My Blog

Arsitektur Nusantara atau Arsitektur Indonesia

Posted in Uncategorized by arsiteknusantara on Maret 9, 2009

Oleh Tjahja Tribinuka, MT
Staff pengajar Jurusan Arsitektur ITS

Seringkali kata ‘Nusantara’ rancu dengan kata ‘Indonesia’. Selayaknya suatu kerjasama ilmiah berusaha terlepas dari unsur politik, yakni batas kekuasaan negara. Memang sulit melaksanakannya karena kata ‘nusantara’ sendiri sudah mengandung unsur politis sebagai wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit. Jika asal kata ini disepelekan dan dianggap hanya istilah saja, maka mudah-mudahan kerumitan ilmiah dapat terbebaskan.

gmb-j01Gambar 1. Peta wilayah aliansi kerajaan Majapahit

Para peneliti Inggris dan Belanda (Alfred Russel Wallace, dkk) pada abad ke 15 sampai 18 sudah melihat potensi besar dari wilayah kepulauan yang terletak di antara garis sub-kathulistiwa ini. para peneliti tersebut merekam segenap aspek kekayaan alam, binatang, manusia dan budayanya. Banyak buku ditulis dengan gambar-gambar situasi dan kondisi surgawi dari iklim yang sangat bersahabat bagi mahkluknya. Gambaran tentang keanekaragaman dan keunikan memukau yang mewarnai segenap wilayah arkipel tersebut.

gmb-j02Gambar 2. (Bukan Peta Negara Indonesia) Peta tahun 1800-an, wilayah penelitian Alfred Russel Wallace, dkk di kepulauan Hindia (Indian Archipelago)

Kepentingan kekuasaan menyebabkan wilayah Nusantara masa lampau terbagi-bagi menjadi daerah jajahan negara Inggris, Belanda, Spanyol dan Portugis. Demi kepentingan politis dan kekuasaan pula segala budaya setempat diakulturasikan, bahkan dipaksakan. Pemaksaan yang dapat bersifat memusnahkan budaya dan manusianya, untuk digantikan dengan budaya yang lebih sesuai dengan negara penjajah. Jika budaya tidak dimusnahkan, maka akan direndahkan agar dapat mendukung budaya penjajah yang ditetapkan mereka sendiri sebagai budaya yang lebih tinggi. Budaya yang asli dan tinggi di nusantara harus ditekan agar dipersepsikan sebagai budaya yang serendah-rendahnya.

gmb-j03Gambar 3. (Bukan Peta Negara Indonesia) Peta tahun 1800-an, pembagian wilayah jajahan oleh Inggris (warna jingga) dan Belanda (warna oranye). Negara Indonesia merdeka dan berdiri di atas ‘bekas’ imperium Hindia Belanda.

Dalam lingkup penelitian, wilayah nusantara (bukan karena wilayah aliansi Majapahit, tapi karena sub-khatulistiwa) meliputi negara Indonesia, Malaysia, Singapura, papua Nugini dan Philippina. Wilayah kamboja, Vietnam dan Thailand tidak termasuk nusantara karena terdeteksi sebagai bagian benua (bukan kepulauan) yang masuk ke batas sub-kathulistiwa, sama dengan sebagian wilayah Australia sisi Utara. Kerjasama arsitektur diantara beberapa negara inilah yang diharapkan bisa mendapatkan karakteristik dari kenusantaraan tersebut. Jika kenusantaraan tetap dipandang terbatasi dengan wilayah kekuasaan negara, maka dapatlah dicerna sebuah sudut pandang bahwa budaya asli telah berubah karena budaya penjajah, dan wilayah budaya dan negara Indonesia adalah wilayah ’bekas penjajah Belanda’. Hal ini sah-sah saja.

gmb-j04Gambar 4. Ilustrasi dari buku belanda tahun 1800-an, Sebuah masjid di tengah kota Solo, Jawa Tegah. Tidak harus beratap tajug dan bertumpuk seperti meru.

Jadi terserah bagaimana arsitektur itu mau diidentifikasikan. Jika identik dengan kata nusantara, maka penelitiannya akan cukup luas terhubung dengan sub-kathulistiwa dan mendalam ke masa lampau sebelum datangnya para penjajah. Jika identik dengan kata Indonesia, maka penelitiannya cukup sampai dengan wilayah negara kita saja, wilayah bekas jajahan Belanda. Jika menggunakan istilah arsitektur Indonesia, maka segala budaya kolonial Belanda di Indonesia harus dipertimbangkan sebagai faktor yang turut serta membentuk karakteristik arsitektur dan budaya masa kini.

Sebaiknya memilih ’Arsitektur Nusantara’ atau ’Arsitektur Indonesia’ ?

Tinggalkan komentar